US Market:
DJIA: 25,916.54 (-0.31%)
S&P500: 2,871.68 (-0.22%)
Bursa saham AS ditutup melemah pada perdagangan akhir minggu kemarin. Pelemahan kembali terjadi di sektor teknologi, dimana indeks Nasdaq (-0.3%) terkoreksi untuk hari ke-4 atau penurunan beruntun terpanjang sejak Apr 2018. Dalam seminggu terakhir, indeks S&P 500 dan Dow Jones masing-masing terkoreksi -1% dan -0.2%, sementara indeks Nasdaq melemah -2.6% atau penurunan minggu pertama di Sep yang terbesar sejak tahun 2008. Aksi sell-off yang terjadi pada sektor teknologi di minggu kemarin, terutama didorong oleh kekhawatiran potensi pengetatan regulasi khususnya di saham-saham media sosial. Saham Twitter dan Facebook masing-masing turun -13.3% dan -7.2% dalam seminggu terakhir. Di samping itu, sentimen investor juga dipengaruhi oleh meningkatnya tensi perdagangan, dimana Presiden Trump dalam komentar terbarunya menyatakan bersedia mengenakan tambahan tarif senilai $267 miliar di luar rencana $200 miliar jika diperlukan. Di sisi data ekonomi, Non-Farm Payroll di Aug tercatat sebesar 201,000, dibanding ekspektasi sebesar 191,000, sementara, average hourly earnings AS mencatatkan pertumbuhan terbesar sejak tahun 2009 di +2.9% YoY dan unemployment rate stabil di level 3.9%.
European Market:
Dax: 11,959.63 (+0.04%)
EuroStoxx 600: 373.77 (+0.08%)
FTSE 100: 7,277.70 (-0.56%)
Bursa saham Eropa ditutup mixed pada perdagangan akhir minggu kemarin. Dalam seminggu terakhir, indeks Stoxx 600 mencatatkan penurunan sebesar -2.22%. Saham travel and leisure, seperti Sodexo turun -2.36%, setelah Morgan Stanley, Berenberg, dan Credit Suisse secara serentak memangkas target harga perusahaan Perancis tersebut. Saham-saham perbankan juga melemah -0.93%, dimana saham Deutsche Bank turun -1.45%, menyusul berita grup perusahaan asal China, HNA berencana melepas kepemilikan saham sebesar 7.6% di bank terbesar Jerman tersebut. Sementara, saham Danske Bank turun -4.2%, setelah adanya kekhawatiran terhadap skandal pencucian uang yang melibatkan salah satu cabang bank terbesar di Denmark tersebut yang lebih besar dari ekspektasi awal.
Asian Market:
Nikkei: 22,307.06 (-0.80%)
SHComp: 2,702.30 (+0.40%)
Bursa saham Asia bergerak mixed pada penutupan perdagangan akhir minggu kemarin, dimana fokus investor tertuju kepada perkembangan isu perdagangan, terutama antara AS dan China. Para pelaku pasar cenderung bersikap hati-hati menjelang kemungkinan pengumuman tarif impor tambahan terhadap produk China senilai $200 miliar oleh pemerintahan Trump. Pada hari Kamis kemarin, Menteri Perdagangan China menyatakan akan melakukan aksi balasan jika pemerintah AS mengenakan tarif tambahan kepada negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut. Bursa saham Jepang mengalami koreksi, terutama setelah berita Wall Street Journal menyatakan bahwa Presiden Trump mengindikasikan Jepang akan menjadi target negosiasi perdagangan AS selanjutnya.
Indonesian Market:
JCI: 5,851 (+1.30%)
USD/IDR: 14,820 (-0.49%)
Net Foreign Sell: -IDR 280 miliar
Indeks JCI ditutup menguat pada perdagangan akhir minggu kemarin, walaupun investor asing kembali membukukan posisi net sell untuk hari keenam. Nilai tukar Rupiah kembali menguat dan berada di kisaran IDR 14,800 per dolar AS. Saham-saham konsumer, seperti UNVR (+5.7%), HMSP (+2.11%), GGRM (+3.09%), dan ICBP (+2.31%) menguat secara serentak. Selain itu, saham-saham bank besar, seperti BBRI (+2.36%), BBCA (+0.61%), BMRI (+1.15%), dan BBNI (+1.03%) juga berhasil ditutup pada zona positif. Di sisi lain, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mencatatkan tunggakan pembelian obat kepada perusahaan farmasi senilai IDR 3.5 triliun di Jul 2018. Tenor pembayaran mengalami tren peningkatan, dari rata-rata 90 hari di 2016 menjadi rata-rata 120 hari di tahun ini. Sementara itu, Bank Indonesia (BI) merilis data cadangan devisa per akhir Aug di posisi $ 117.9 miliar atau turun $ 400 juta dari bulan sebelumnya. Jika dibandingkan dengan posisi tertingginya pada Jan tahun ini di $ 131.98 miliar, posisi cadangan devisa bulan lalu telah menyusut $ 14.08 miliar atau -10.7%. Meskipun demikian, cadangan devisa saat ini masih setara dengan pembiayaan 6.8 bulan impor atau tetap berada di atas standar kecukupan internasional di sekitar 3 bulan impor.
Disclaimer On
Sources: BNP Paribas